Datang dan Pergi Bagi Hati


Perempuan Cina Itu Membuatku Bahagia Sekaligus Terluka (6)

Sampai satu bulan empat belas hari semenjak terakhir dia meninggalkan aku, belum juga kudapatkan kesempatan untuk bertemu. Sehingga di keluasan cakrawala hati dan perasaan, aku serasa terasing bagaikan rembulan redup di malam tiada berbintang. Kesepian jauh di langit tinggi tanpa ada sesuatu yang bisa kugapai untuk menemani. Hanya lingkupan kabut pikiran menyelimuti diriku yang semakin hanyut dalam kegelapan. Yang membuatku tenggelam di kedalaman harapan yang selalu memaksaku untuk mendamba secercah sinar penerang kalbuku. Cahaya itu adalah pelitaku, dan pelita itu adalah dia, yang tersekat dalam batas ruang dan waktu.

Ternyata memang benar apa yang selama ini pernah kudengar bahwa kita akan menyadari betapa terkasihnya seseorang di kala kita telah berjauhan dengannya. Karena semenjak kepergian dia, aku merasa kehilangannya. Setiap saat kutemukan getar kerinduan di sudut hatiku, setiap saat kusaksikan gapaian kasih yang merengkuh dalam ketiadaan. Sehingga yang bisa kuucapkan hanyalah betapa aku sangat menyayangi dia.

Hingga pada suatu hari di akhir Februari yang sendu, dimana dia menjanjikan mau datang ke rumahku, guna memenuhi harapan yang kumohonkan dalam pinta. Kunanti dirinya dengan golakan rasa rindu yang menggoncangkan jiwa. Penungguan yang bertemankan lembaran mendung di lengkungan langit, menggelisahkan hatiku antara harap dengan cemas.

Sampai guyuran hujan membasahi pelataran gersang muka bumi. Kedatangannya yang kutunggu tiada kunjung tiba. Maka luruhlah harapanku, mengiringi tumpahan air dari lazuardi berselimutkan kabut, menggenangi hatiku yang menggelepar di bawah kaki keputusasaan. Sehingga kubaringkan tubuhku dengan kalbu yang tanpa harapan, yang telah mengantarku terlelap melupakan kenyataan.

Namun disela menipisnya kesadaranku, lapat-lapat dari jauh kudengar suara ketukan. Gerakan refleks membawaku bangkit, tetapi aku serasa bermimpi, karena dari balik kaca jendela dengan jelas kulihat dia. Kucoba menggosok mata untuk meyakinkan ini bukan mimpi, tetapi keberadaannya memang nyata. Dalam balutan baju hujan dia berdiri di bawah payung peraknya.

Kukuakkan pintu menjemputnya masuk. Dengan tangan gemetar kubukakan jas hujannya yang sewarna payung, kuusap keningnya yang keciprat air. Kutatap baju ketat tanpa lengan memadukan biru dengan kuning dan celana jeans menyentuh lantai membentuk tubuh indahnya. Seakan kudapatkan kembali pesona pertama dari wajahnya yang kurindukan.

Disaat kuminta duduk, dipilihnya sisi tempat tidur di kamarku. Akupun duduk dengan ta’zim disampingnya, berharap agar mata surga di langit biru menjadi saksi drama kami, sewaktu dia lontarkan tanya “Ada apa?” terhadap permintaanku untuk kedatangannya.

Ingin rasanya aku berucap mengantar kata, bahwa aku sangat mencintainya, dan aku menyayangi dia, sehingga aku merindukannya. Rindu akan wajah cantiknya, akan senyum manisnya, akan segala apa yang ada padanya.

Namun sergapan perasaan yang menggetarkan telah membuatku kehilangan kata-kata untuk bicara. Dan yang terkatakan hanyalah tentang ‘begitu lamanya kami tak berjumpa’.

“Sebenarnya aku sudah tak mau untuk ke sini. Kalau memang tidak ada apa-apa, sekarang aku mau pulang. Mungkin kita tak perlu lagi untuk bertemu.” Demikian yang kudengar sebagai jawabnya.

Desiran darahku serasa terbang, membuat tubuhku seolah ringan bagaikan kapas, mendengar rangkaian kata-katanya. Aku tidak tahu dari mana bersumbernya pengaruh itu. Namun rasa rinduku telah mengundang keharuan dan perasaan memilikilah yang membangkitkan rasa sedihku.

Lalu kulihat dia berdiri, ditepisnya gapaian tanganku yang coba untuk menahannya. Kemudian langkah gemulainya mengayun menuju pintu kamarku.

Kulepas kepergiannya dengan tangis dan air mata. Kuiringi dengan perasaan yang tak pernah bisa kumengerti. Kudahului dia keluar guna mengantarnya untuk terakhir kalinya, bagaikan orang mengantar keranda ke tempat peristirahatannya. Dan aku menekuri dinding dengan isak kesedihan orang yang kehilangan. (bersambung)

Audio of  Datang dan Pergi Bagi Hati

Sebelumnya:
LIMA : Ketika Cinta Itu Tak Bernafas Lagi

Sesudahnya:
TUJUH : Sekeping Hati yang Terluka

Gambarnya punyanya


Jika Anda Menyukai Cerita ini Mohon KLIK DISINI

Kisah Terkait :

Tinggalkan komentar

Filed under Kisah

Tinggalkan komentar